Interaksi sosial adalah keniscayaan
dalam berdakwah. Menjadi tuntutan bagi para da’i untuk terjun di tengah-tengah
masyarakat, melakukan kontak dan komunikasi dengan sebanyak mungkin manusia.
Melalui interaksi sosial tersebut
diharapkan akan banyak individu atau masyarakat yang merasa tertarik dan mau
melaksanakan nilai-nilai yang diajarkan oleh para da’i, sehingga sikap,
tindakan, dan tingkah laku individu dan masyarakat tersebut terwarnai oleh
nilai-nilai ajaran Islam.
Ada satu hal yang harus diwaspadai
oleh para da’i dalam melakukan interaksi sosial, terlebih lagi jika kontak dan
komunikasi sosial tersebut dilakukan dalam lingkungan masyarakat yang
memiliki karakter, budaya, nilai, ideologi, dan agama yang berbeda,
bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mereka perjuangkan. Dalam
kondisi seperti itu para da’i harus berhati-hati dan menjaga diri dari serangan
virus tamayyu’ (pencairan), yakni kondisi dimana seorang da’i malah
terpengaruh oleh gaya, pemikiran, kebiasaan, budaya, ideologi yang dimiliki
oleh individu atau masyarakat yang didakwahinya; lalu secara lambat laun mulai
meninggalkan idealisme yang dianutnya. Naudzubillahi min dzalik…
Tamayyu’ Khuluqi
Tamayyu’ yang pertama kali muncul biasanya adalah tamayyu khuluqi,
pencairan akhlak. Ditandai dengan munculnya sikap tasahul (menggampangkan/menyepelekan
suatu pelanggaran). Dimulai dari hal-hal yang sederhana, misalnya:
- Melakukan isyraf (berlebih-lebihan) dalam makan dan minum.
- Berlebih-lebihan dalam gaya berpakaian.
- Menyepelekan rambu-rambu hijab.
- Berlebih-lebihan dalam menikmati musik, nyanyian, dan tontonan.
- Longgar atau tidak berhati-hati dalam mu’amalah maaliyah
- Terlalu banyak tertawa dan bergurau.
Sampai akhirnya munculah sikap ibahiyah
(permissive/segala hal boleh) tanpa sungguh-sumgguh memperhatikan
rambu-rambu syariat.
Tamayyu’ ‘Ubudiyyah
Jika tamayyu’ khuluqi tersebut
tidak segera diobati, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah tamayyu’
‘ubudiyyah, pencairan amal ibadah. Ditandai dengan menyepelekan
amalan-amalan sunnah atau bahkan amalan-amalan wajib. Misalnya:
- Malas qiyamu lail.
- Meremehkan shalat-shalat sunnah rawatib.
- Semakin jarang shalat berjama’ah di masjid.
- Sering melaksanakan shalat wajib tidak tepat waktu.
- Sering terlambat melaksanakan shalat shubuh.
- Malas melakukan shaum-shaum sunnah
- Sedikit menyebut nama Allah/ wirid dan dzikir.
- Sedikit membaca al-Qur’an.
Tamayyu’ Fikriyyah
Berikutnya dari tamayyu’
‘ubudiyah akan merembet kepada tamayyu’ fikriyyah, pencairan
ideologi. Diantaranya ditandai dengan hilangnya ciri khas fikrah Islami
dari seorang da’i. Bahkan pemahamannya terhadap fikrah islami tersebut semakin
lemah dan luntur. Warna pemikirannya menjadi tidak jelas, apakah ia seorang abnaul
harakah islamiyah, ataukah seorang liberalis, sosialis, atau nasionalis?
Dari pembicaraannya tidak dapat diketahui lagi apakah ia meyakini Islam sebagai
satu-satunya jawaban yang benar dan bersih terhadap persoalan manusia,
ataukah menurutnya ada jawaban yang lain? Tidak jelas apakah ia meyakini Islam
sebagai sistem yang sempurna dan lengkap ataukah tidak?
Tamayyu’ Aqidiyah
Tamayyu’ yang terparah adalah tamayyu’ aqidiyah, pencairan
aqidah. Sebuah kondisi dimana seseorang sudah benar-benar jauh menyimpang,
karena tidak lagi memahami Islam sebagai satu-satunya kebenaran yang mesti
dianut seluruh manusia. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya agama (yang diridhai)
disisi Allah hanyalah Islam…” (Q.S. Ali Imran: 19)
“Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. Ali Imran: 85)
Virus tamayyu’ ini dapat
dihindari jika para da’i memiliki imunitas dan senantiasa meningkatkan kualitas
dirinya.
Naudzubillahi min dzalik…wa la haula
wala quwwata illa bi-Llaah…
Oleh: Abu Muhammad
Hisan
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung dan silahkan berkomentar..
semoga bermanfaat